Berhenti Menjadi Pencari Perhatian - Bagian 1

Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Dan bukannya masih terjaga untuk tidak tidur, tapi karena pukul 23.00 malam tadi baru saja terbangun karena saya tertidur setelah sholat Isya'. Akhirnya saya memutuskan untuk menyalakan komputer dan memulai blog-walking sambil mengecek sosial media yang lain.

Belum lama saya membaca timeline di akun Twitter, saya dikejutkan oleh foto profil salah satu adik angkatan di kampus. Ia dulunya adalah staf dimana saya menjabat sebagai ketua departemen di salah satu organisasi kampus. Walaupun saya tidak begitu mengenal latar belakangnya, tapi yang saya tahu di Semarang ini ia tinggal di sebuah kost yang sangat bagus pembinaannya. Ada kajian Islam yang rutin diadakan setiap pekan. Setiap paginya dihiasi dengan pembacaan dzikir Al-Ma'tsurat, tilawah Al-Qur'an, dan diskusi singkat tentang keIslaman. Sehingga wajar ketika saya terkejut ketika melihat foto profilnya sekarang yang bersama dengan seorang lelaki. Dan benar dugaan saya, setelah saya telusuri melalui mention di tweet-tweetnya ternyata lelaki itu adalah pacarnya. Astaghfirullah...ternyata adik saya ini sudah terperangkap virus berwarna merah jambu.

Sedih rasanya, mengingat dulu saya adalah ketua departemennya semasa berada dalam satu organisasi. Saya merasa gagal dalam memberikan teladan dan membentuk kepribadiannya, sehingga hanya selang satu tahun setelah saya pensiun, ia sudah mencari pelarian dengan berpacaran. Satu tahun yang lalu, meskipun organisasi saya bukanlah organisasi berbasis keIslaman, tapi saya sangat mengamati pergaulan orang-orang dalam departemen yang saya pimpin. Minimal melalui media sosial, karena dalam keseharian saya tidak selalu bertemu dengan mereka. Saya sangat khawatir ketika mereka sudah mulai terjebak dalam bingkai cinta semu yang bernama pacaran. Karena akan terlihat dalam semangatnya dalam berorganisasi yang mulai mengendur, semangat belajarnya yang akan naik turun, dan bisa jadi semangat dalam beribadah yang orientasinya menyimpang dari mengharapkan ridho dariNya.

Lain lagi dengan adik angkatan saya ini, masih saat membaca timeline Twitter tadi, saya tidak sengaja meng-klik sebuah blog milik sebuah akun yang mencantumkan alamat blognya di Bio Twitternya. Ternyata setelah saya cek biografi blognya, saya baru ingat kalau dia adalah kakak angkatan saya di kampus dan satu jurusan. Kami pernah berada dalam satu organisasi, yaitu Rohis Jurusan. Walaupun setahu saya dia tidak begitu aktif mengikuti kegiatan di Rohis, tapi setidaknya dia pernah dekat dengan mbak-mbak akhwat Rohis yang bisa saya katakan super itu. Setelah saya baca isi blognya, saya tidak habis pikir kalau kakak angkatan saya ini ternyata juga berpacaran. Dan bayangkan, dia sudah menjalin hubungan itu sejak tahun 2009 yang artinya saat ia juga masih berstatus sebagai pengurus Rohis. Allahu Akbar...semudah inikah seorang hamba memalingkan cinta dariNya?

Melihat adek dan kakak angkatan saya ini, saya jadi berpikir kenapa bisa lingkungan mereka yang sudah baik itu ternyata masih belum mampu untuk mencegah mereka dari berpacaran. Masih kurangkah perhatian yang diberikan teman-teman satu kost mereka? Masih kurangkah perhatian yang diberikan teman-teman satu organisasi mereka yang terkenal sangat menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan itu? Masih kurangkah perhatian dari orang tua mereka sehingga mereka mencari perhatian pada orang yang jelas-jelas bukan mahramnya?

Komentar