Profesionalitas vs Kekeluargaan

Dalam postingan kali ini, ijinkan saya untuk menumpahkan 'kegalauan' saya selama ini. Ehm, entah kenapa -mungkin karena stok SDM yang terbatas- di beberapa organisasi yang saya ikuti, saya ditempatkan di posisi yang cukup strategis. Seperti ketua departemen, ketua bidang, general manager, yang disana mengharuskan saya menjadi koordinator dalam tim tersebut. Ini sebenarnya sangat membuat saya tidak nyaman, bukan karena beban atau tanggung jawabnya, tapi karena saya sadar diri bahwa saya tidak cakap untuk memberdayakan orang lain. Sehingga pada akhirnya saya lebih nyaman mengerjakan segala sesuatunya sendirian tanpa melibatkan staf-staf saya. Dengan dalih profesionalitas, saya lebih nyaman ketika ada staf yang menawarkan diri untuk membantu daripada ketika saya harus menyuruh ini-itu. Bagi saya itu seperti memberikan beban kepada orang lain, ditambah lagi jika harus kecewa ketika pekerjaan yang dia kerjakan tidak beres. Ya, Perfecsionist! Itulah saya.

Alih-alih profesional yang saya terapkan itu membuat staf-staf yang lain terpacu, tapi justru malah membuat mereka mundur satu per satu. Jelas lah! Orang koordinatornya saja seperti ini (sambil nunjuk diri sendiri). Tapi akhirnya saya sadar, bahwa dalam sebuah organisasi atau bahkan dunia kerja, kita tidak bisa mengandalkan profesionalitas dalam tim. Bolehlah TERLIHAT profesional, tapi untuk suasana dalam tim yang harus kita tonjolkan adalah ke-ke-lu-ar-ga-an. Bukan berarti lantas karena kita keluarga lalu kita dapat menyepelekan. Salah besar! Tapi yang dimaksud disini adalah karena kita keluarga kita menjadi peduli. Ketika ada satu staf yang tidak aktif, langsung kita tanya apa masalahnya, kalau perlu kita ikut membantunya. Dan jangan hanya koordinator tim saja yang punya pikiran ke arah sana, harus dibarengi juga oleh staf-stafnya. Sehingga pada akhirnya situasi tersebut membuat semua pihak nyaman berada disana. Yah...sambil belajar ke arah sana, semoga selanjutnya bisa merealisasikannya, ga cuma omong doang :)


Karena kita keluarga,
kita seharusnya jangan egois,
kita seharusnya suka dikritik, 
kita seharusnya peduli dengan yang lain, 
kita seharusnya mudah memaafkan kesalahan saudara kita, 
kita seharusnya mudah menerima pendapat orang lain, 
kita seharusnya ...., kita  seharusnya ...., 
dan kita seharusnya  yang lainnya.


- Bahtera Muhammad Adi -
Semoga menjadi anggota keluarga yang baik selama di KIM, HIMATIKA, SIGMA, MAHIBA,
SYIAR SMANDA, ANN JATENG, dan sekolah-sekolah kehidupan berikutnya.

Komentar

  1. kalau boleh menebak, pasti mas bahtera golongan darahnya A ya?
    terlihat dari kalimat:
    "Sehingga pada akhirnya saya lebih nyaman mengerjakan segala sesuatunya sendirian tanpa melibatkan staf-staf saya. Dengan dalih profesionalitas, saya lebih nyaman ketika ada staf yang menawarkan diri untuk membantu daripada ketika saya harus menyuruh ini-itu. Bagi saya itu seperti memberikan beban kepada orang lain, ditambah lagi jika harus kecewa ketika pekerjaan yang dia kerjakan tidak beres. Ya, Perfecsionist! Itulah saya."

    :)

    BalasHapus
  2. Lho koq tahu?
    *Karena kamu telah...ups, sensor, hehe

    Yapz, tepat sekali, memangnya golongan darah A cenderung bersifat perfecsionist ya? Wah...baru tahu saya...:D

    BalasHapus
  3. iya tau dong, pengalaman..
    *ups!

    tp kelemahan golongan darah A yg paling parah klo udah rajin bisa rajin banget, trs klo lagi taraf malas bisa malas banget.
    coba aja searching di google ttg karakter golongan darah manusia mas, lebih komplit :)

    BalasHapus
  4. Hehe...ga ah, nanti malah terprovokasi dengan pendapat orang yang bikin artikel itu. Kan ga ada jaminan kalau yang disampaikan itu benar 100%. Yah...sama seperti zodiak, shio, dan semacamnya...:)

    BalasHapus
  5. hehe, itu kan cuma penelitian mas dari kebanyakan org yg diteliti. blm tentu kita jg sm seperti itu kan :)

    BalasHapus
  6. karna asma' golongan darahnya juga A...
    haha :D

    BalasHapus

Posting Komentar