Kehebohan Dibalik "Meninggalnya Shaun The Sheep"

Kemarin, tepatnya tanggal 6 November 2011, umat Muslim di seluruh dunia melakukan sebuah perhelatan besar yang disitu diadakan sebuah ritual keagamaan khusus yang disebut Idul Adha. Ada kejadian unik mengenai Idul Adha ini yang terjadi di sebuah jejaring sosial dunia yaitu Twitter. #ripshaunthesheep yang maksudnya adalah meninggalnya Shaun The Sheep (sebuah serial animasi di TV yang menceritakan kehidupan sekawanan domba di sebuah pekarangan rumah) menjadi trending topics hari itu. Sampai-sampai dari pihak Shaun The Sheep sendiri yang memiliki akun @shaunthesheep mengkonfirmasikan bahwa 'domba-domba'nya dalam keadaan yang baik-baik saja. Hehe...ada-ada saja ya. Berikut pernyataan konfirmasi yang diambil dari situs: http://digitalmiles.blogspot.com/2011/11/nooooooooo-rip-shaun-sheep.html

Nooooooooo! RIP Shaun The Sheep??
Distraught Shaun The Sheep fans fearing the demise of their woolly hero can rest easy. Despite the hashtag #RIPShaunTheSheep trending globally on Twitter today (6th November 2011), Shaun is alive and well and not cancelled or dead or shuffled-off in any way.

In fact, Muslims are today celebrating Eid-al-Adha, a religious holiday commemorating the willingness of Abraham to sacrifice his son, to be spared by God from doing so at the last minute and being given a ram to sacrifice in his place.

During the celebrations, slaughtered animals (they can be cows, goats, sheep or camels), also known as ‘qurbani’ are distributed amongst family, relatives and the poor and needy.

The TV Series Shaun The Sheep has a huge following in the the Muslim world, in the Middle East and in Indonesia in particular, so the RIP hashtag is actually an Indonesian joke to say that Shaun The Sheep has been made into a ‘qurban’.


Thanks to @itsKaeBee for the explanation. Apparently this joke is a belter in Indonesia! We’re just happy that they love Shaun ...

Lucu ya? Yang lebih bikin lucu lagi ini disebabkan oleh para Tweeps (sebutan untuk pengguna Twitter) dari Indonesia. Sebenarnya orang-orang Indonesia kalau diberdayakan bisa potensial juga ya, buktinya #ripshaunthesheep saja bisa menjadi trending topics berkat lelucon yang dibuat oleh orang-orang di Indonesia. Hmm...jadi PeEr nih buat kita para generasi muda Indonesia jangan cuma pinter 'bikin' trending topics aja, tapi harus bisa jadi trending people di dunia. Nah lho?

Nah, sekarang mari kita kilas balik kisah dibalik peringatan Idul Adha ini. Sebenarnya kenapa sih koq bisa ada peringatan semacam ini dalam Islam? Simak penuturan berikut...

Sejarah Idul Adha terjadi pada jaman Nabi Ibrahim 'Alaihi Salam yang saat itu bermaksud untuk menyembelih anaknya sendiri, Nabi Ismail 'Alaihi Salam, atas nazarnya yang pernah beliau ucapkan saat belum dikaruniai anak.
Pada suatu hari, Nabi Ibrahim AS menyembelih kurban fisabilillah berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.
“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung. (Sumber: Nasiruddin, S.Ag, MM, 2007, Kisah Orang-Orang Sabar, Republika, Jakarta)
Namun beberapa tahun berselang menjadikan beliau sempat lupa akan nazarnya dan diingatkan Allah melalui mimpi yang datang hampir di beberapa malam tidurnya. Hingga  pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan mimpi-mimpi sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (artinya mengetahui), dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.

Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya. Beliau mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi.

Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba. Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya.

Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya.

“Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis.

“Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS.

Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblis pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.

“Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar.

“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.

“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.

“Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.

“Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anaku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.

Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”

“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran. “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis meyakinkannya.

“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.

Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah Iblis hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (jumrah) dalam ritual ibadah haji.

Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).

“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).

Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim AS dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillâh) sebanyak-banyaknya.

Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”

“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulka rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma'il.

Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim AS menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”

Kemudian Nabi Ibrahim as menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu menggoresnya.

Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat megetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”

Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.

Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 106)

Menurut satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah dikurbankan oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawa domba kibas itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim AS menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”. Nabi Ibrahim AS menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”. Ismail mengikutinya, “Allâhu Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).

Begitulah asal-muasal dari Idul Adha sehingga sampai saat ini seluruh umat Muslim masih memperingatinya dengan tujuan untuk mengambil hikmah dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Bahwa ketaqwaan seorang makhluk kepada Tuhan Yang Menciptakannya jangan sampai melebihi ketaqwaan terhadap selainNya. Kisah ini juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai nyawa seorang manusia, yakni dengan digantinya perintah dari menyembelih manusia menjadi menyembelih domba.

Sumber Referensi:
Pengetahuan pribadi saya;
Nasiruddin, S.Ag, MM, 2007, Kisah Orang-Orang Sabar, Republika, Jakarta;
http://www.anneahira.com/makna-idul-adha.htm

Komentar