Secercah Asa Di Antara Hedonisme Dunia


"Hakim, Ramadhan tahun ini target khatam berapa kali?", tanyaku malam itu.

"Insya Allah 2x mas, soalnya tahun kemarin kan sudah (berhasil) 1x khatam", jawabnya sambil tersenyum.

Hakim adalah salah satu anggota "remaja" masjid Nurul Islam, masjid terdekat dengan rumah yang saya tinggali. Kenapa kata "remaja"nya saya beri tanda petik? Karena dia masih kelas 3 SD. Ya, anak kelas 3 SD yang memiliki semangat luar biasa dalam membaca dan mempelajari Al-Qur'an. Mengalahkan anggota kelompok tadarus lainnya yang sebagian remaja dan sebagian lainnya yang sudah berumur.

Memang spesial sekali anak yang satu ini. Ramadhan tahun lalu, merupakan kali pertamanya ia terlibat aktif dalam kelompok tadarus yang sedianya rutin dilakukan setiap hari pada bulan Ramadhan di masjid kami. Anaknya tampan, putih, tinggi, dan pendiam. Mewarisi sebagian karakter ayah dan ibunya. Soal kualitas bacaannya? Hmm...tampaknya anggota kelompok tadarus yang lain "tidak perlu" terlalu serius menyimak saat Hakim bertadarus. Karena untuk anak seusianya, bacaannya sudah bisa dikatakan istimewa. Ia cukup memperhatikan dengan detail setiap yang ia baca baik dari segi makhraj maupun tajwidnya. Bahkan ketika ada Bapak-bapak yang salah dalam membaca pun ia berani membetulkan, tanpa sedikitpun keraguan dalam raut wajahnya.

Melihat Hakim yang sudah sebegitu "sukses"nya di usianya yang masih bisa ditunjukkan dengan jari tangan, saya jadi malu sekaligus iri melihat pencapaiannya. Namun juga kagum dan bangga bisa ikut menyaksikan perkembangannya dari Ramadhan kemarin hingga Ramadhan tahun ini. Berharap akan muncul Hakim-hakim yang lain. Yang rajin sholat berjamaah di masjid meski belum diwajibkan sholat atas dirinya. Yang rajin bertadarus meski ia belum paham betul manfaatnya. Yang sudah genap puasa 1 bulan Ramadhan meski teman-temannya hanya mampu puasa sampai bedug. Dan secercah asa ini akan selalu ada ketika masih ada orang tua yang peduli dengan perkembangan agama anak-anaknya. Juga sekolah-sekolah yang masih mempunyai komitmen untuk memompa akidah dan akhlaq anak didiknya.

Anak saya kelak bisa seperti Hakim tidak ya? Hoho...tentunya kalau mau punya anak sholeh, lebih gampang kalau ayah dan ibunya sudah sholeh(ah) dulu. Makanya, sholehkan diri dulu, terus cari istri yang sholehah, baru deh bisa mendidik anak supaya jadi anak yang sholeh dan sholehah. Insya Allah...:D

#Tarawih Ke-8 di Ramadhan 1434 H

Komentar